Mengembangkan kelekatan
Kelekatan (attachment) adalah ikatan emosional menetap
yang kuat, bertimbal balik antara bayi dan pengasuh (orang tua), dan berperan
penting dalam kualitas hubungan tersebut. Kelekatan tersebut dapat dikembangkan
oleh bayi melalui interaksinya terhadap pengasuh dan sebaliknya.
Pola Kelekatan
Kelekatan
pertama sekali dikemukakan oleh John Bowlby pada tahun 1951 dan kemudian
dijelaskan lagi oleh mahasiswa Bowlby yaitu Mary Ainsworth. Bowlby yakin terhadap
pentingnya kelekatan antara bayi dan orang tua terutama ibu dan menghindari
perpisahan antara ibu-bayi tanpa memberikan pengasuh pengganti yang tepat. Hal
yang meyakinkan Bowlby akan hal tersebut dikarenakan hasil dari penelitian
terhadap hewan dan pengamatan terhadap anak-anak dengan gangguan di klinik
psikoanalisa di London. Bowlby mengatakan bahwa dalam interaksinya, anak
mengembangkan kesadaran berdasarkan dua sikap yang penting. Sikap yang pertama
adalah evaluasi mengenai diri sendiri (self esteem), dan sikap yang
kedua adalah sikap mengenai kepercayaan dan harapan terhadap orang lain
(interpersonal trust). Sedangkan Ainsworth mengembangkan teknik situasi asing (strange situation) yaitu teknik adalah situasi terkontrol yang
dilakukan untuk mengetahui pola kelekatan antara bayi dengan orang dewasa dan
ibu dari bayi tersebut. Dari hasil situasi asing (strange situation) tersebut, Ainsworth dan rekannya menemukan tiga
pola kelekatan yang bersifat universal, yaitu: kelekatan aman (secure
attachment), kelekatan menghindar
(avoidant attachment), dan kelekatan ambivalen-resistan (ambivalen-resistant
attachment). Ada penelitian lain (Main & Solomon, 1986) yang menemukan
pola kelekatan baru, yaitu kelekatan
tidak teratur-tidak terarah (disorganized-disoriented
attachment)
a)
Pola
Kelekatan Aman (secure attachment) :
pola dimana anak menangis atau protes ketika ibu meninggalkannya dan menyambut
dengan gembira ketika ibu datang kembali. Anak tersebut menanggap orang tua
(pengasuhnya) merupakan secure base,
dimana anak akan merasa nyaman.
b)
Pola
Kelekatan Menghindar (avoidance
attachment) : pola dimana anak memiliki sedikit interaksi dengan
pengasuhnya. Anak cenderung tidak menangis ketika ibu meninggalkannya tetapi
menghindar ketika ibu kembali. Anak dengan pola ini cenderung tidak menghampiri
ibunya ketika membutuhkan sesuatu. Anak mengungkapkan rasa tidak aman yang
dirasakannya dengan cara menghindar.
c)
Pola
Kelekatan Ambivalen-Resistan : pola dimana anak menjadi gelisah sebelum ibu
pergi dan menjadi sangat marah ketika ibu meninggalkannya.
d)
Pola
Kelekatan tidak teratur-tidak terarah (disorganized-disoriented
attachment) : bayi dengan pola ini tampak tidak memiliki strategi yang
terorganisasi untung menghadapi stress pada strange
situation. Bayi menunjukkan tidak teratur-tidak terarahnya dengan mencari
kedekatan dengan orang lain bukan dengan ibunya dan mereka terkadang tampak
bingung dan takut.
Bagaimana Kelekatan
Terjalin Ainsworth dan Bowlby
memberikan usul bahwa bayi membangun suatu “model kerja (working model)” tentang apa yan diharapkannya dari ibu. Perasaan
aman bayi dapat berubah jika ibu memberikan respon lain ataupun tingkah laku
ibu yang berbeda dari biasanya. Model
kerja pada kelekatan ini berhubungan dengan konsep basic-trust Erikson. Kelekatan aman mencerminkan rasa percaya
sedangkan kelekatan taka man menunjukkan rasa tidak percaya.
Berbagai Metode Baru
untuk Penelitian Kelekatan Beberapa peneliti
mencari metode baru untuk penelitian kelekatab dikarenakan adanya peneliti yang
mempertanyakan validitas dari metode strange
situation. Karena metode tersebut dianggap sangatlah aneh, ibu diminta
untuk tidak memulai interaksi dan berulang kali meninggalkan bayi bersama orang
asing dan mengharapkan bayi memperhatikan mereka. Alasan lain juga dikarenakan strang situation adalah teknik yang
tidak valid terhadap berbagai budaya, seperti budaya nonbarat. Para peneliti mulai
mencari metode dimana metode strange
situation dapat dilengkapi dengan metode yang lebih bersifat alamiah dan
universal. Waters dan Deane mengemukakan metode yang dinamakan Attachment Q-set (AQS) yang meminta ibu
atau pengasuh dirumah untuk mengamati anak dan mengurutkan sekelompok kata-kata
deskriptif yang paling menggambarkan dan paling tidak menggambarkan perilaku
bayi tersebut dan membandingkannya dengan anak yang memiliki prototype
kelekatan aman (secure attachment).
Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa kecebderungan menggunakan ibu sebagai dasar
dari rasa aman bersifat universal, walaupun bentuknya bervariasi. Namun, AQS
hanya mengukur derajat kelekatan rasa aman, maka peneliti lebih baik jika
melengkapinya dengan metode strange
situation untuk mengetahui apakah ada bentuk kelekatan tidak aman atau
kelekatan tidak teratur pada anak tersebut.
Peran Temperamen berdasarkan penelitian
pada bayi berusia 6 hingga 12 bulan, baik sensitivitas ibu maupun temperamen
bayi mempengaruhi kelekatan. Dengan demikian, bayi yang lekas marah memiliki
kecenderungan untuk dapat menghambat perkembangan kelekatan aman, tetapi tidak
terjadi jika ibu dapat mengatasi secara baik temperamen dari bayi tersebut.
Kecemasan Orang Asing
dan Kecemasan Perpisahan
Kecemasan
perpisahan (separation anxiety)
adalah kesedihkan yang ditunjukkan oleh seseorang saat pengasuhnya pergi.
Sedangkan kecemasan orang asing adalah kecemasan terhadap orang dan tempat
asing yang ditunjukkan oleh beberapa bayi semasa paruh akhir tahun pertama.
Tangisan bayi ketika orang tua meninggalkannya maupun ketika orang asing
mendekatinya lebih menunjukkan temperamen dari bayi tersebut daripada
menggambarkan pola kelekatannya. Kecemasan perpisahan juga dapat dikarenakan
pergantian pola asuh dari pengasuh, maka disarankan bahwa pola pengasuhan
haruslah bersifat stabil.
Pengaruh Jangka Panjang
kelekatan
Pada
teori kelekatan mengatakan bahwa kelekatan yang aman sepertinya mempengaruhi
kompetensi emosional, social, dan kognitif. Semakin dekat kelekatan anak dengan
pengasuh maka tampak semakin mudah bagi anak tersebut untuk berinteraksi dan
berhubungan baik dengan orang lain. Seseorang anak yang mendapatkan rasa aman
dan dapat mempercayai pengasuhnya cenderung memiliki rasa percaya diri yang
cukup untuk aktif di dunia mereka. Antara usia 3 dan 5 tahun, mereka juga
cenderung memiliki persahabatan yang lebih erat dibandingkan anak dengan
kelekatan tidak aman dan keuntungan dari kelekatan aman ini akan terus berlanjut
pada anak tersebut.
Transmisi Pola Kelekatan
Antargenerasi
Penelliti
menggunakan adult attachment interview (AAI)
yang merupakan wawancara semi-terstruktur yang menanyakan orang dewasa untuk
mengingat masa lalu mereka yang berhubungan dengan kelekatan pada masa kanak
mereka. Penelitian ini menemukan bahwa orang dewasa akan memprediksi rasa aman
yang mereka lekatkan pada anak mereka sendiri.
Orang dewasa yang mengingat pengalaman
masa kecil dengan orang tuanya akan mempengaruhi emosional mereka dalam cara
memberikan respon kepada anak mereka sendiri. Seorang ibu yang menjalin
kelekatan aman dengan ibunya akan mengerti tingkah laku kelekatan bayinya. Ibu
yang terikat pada masa lalu mereka cenderung menunjukkan rasa marah dan
kekasaran dalam interaksi dengan anak mereka. Sedangkan ibu yang melupakan
ingatan masa lalunya akan cenderung bersifat dingin dan tidak responsif
terhadap anaknya.
Komunikasi Emosional dengan
Pengasuh: Regulasi Timbal Balik
Bayi
memiliki dorongan kuat untuk berinteraksi dengan orang lain. Interaksi ini
memengaruhi rasa aman dari kelekatan bergantung pada kemampuan baik anak dan
pengasuh untuk merespon dengan cepat dan secara sensitive terhadap keadaan
mental dan emosional satu sama lain. Hal ini adalah suatu proses yang disbut
sebagai Regulasi timbal balik. Bayi
menunjukkan interaksinya dengan cara mengirim sinyal perilaku kepada pengasuh
dan melihat respon dari pengasuhnya. Regulasi timbal balik ini mengajarkan bayi
untuk membaca tingkah laku seseorang dan menyesuaikan ekspetasinya dengan
tingkah lakunya.
Terdapat proses penelitian yang
digunakan untuk mengukur regulasi timbal balik pada bayi usia 2 sampai dengan 9
bulan. Proses tersebut disebut dengan “still-face”
paradigm. Pada episode ini seorang ibu diminta untuk mengikuti interaksi
normal dengan bayi kemudian secara tiba-tiba merubah ekspresinya menjadi kaku
dan diam. Setelah beberapa menit kemudian ibu berinteraksi secara normal
kembali (proses reuni). Dari proses tersebut didapatkan bahwa cara ibu melihat
dan memandang bayinya berpengaruh terhadap respon bayi pada proses “still face” paradigm. Dan bayi dengan
orang tua lebih responsif dan sensitif dapat lebih mampu menghibur dan
menenangkan dirinya sendiri ketika proses reuni.
good artikel...^_^
ReplyDelete...selamat ya...ayooo menulisss trus n trusss...sukses y!
ReplyDelete